Di sekolah menengah, saya menjalankan agen perjalanan saya sendiri. Dari pengalaman itu, saya mengembangkan apresiasi terhadap layanan pelanggan dan merek hotel mewah. Ketika saya mendaftar di Universitas New York tahun lalu, saya memutuskan untuk magang di industri perhotelan sebagai mahasiswa baru.
Namun, mengingat relatif jarangnya magang di perusahaan hotel mewah di New York City, saya memperluas pencarian saya ke peluang nasional. Saya mendapat tiga wawancara di tiga kota: Scottsdale, Arizona; Las Vegas; dan Naples, Florida — semuanya selama musim tengah semester.
Melakukan wawancara ini merupakan pertaruhan besar, mengharuskan saya menginvestasikan lebih dari $1.500 untuk tiket pesawat dan terbang ke dan dari setiap kota pada hari yang sama. Tapi, saya tahu saya harus bertaruh pada diri saya sendiri.
Saya menerima dua tawaran: satu dari The Ritz-Carlton, Naples, dan satu lagi dari kantor perusahaan di Las Vegas untuk jaringan hotel berbeda. Setelah mengagumi The Ritz-Carlton sepanjang hidup saya, memilih opsi pertama adalah keputusan yang cukup mudah.
Namun, menghadapi tantangan logistik dalam perjalanan pulang-pergi — mengoordinasikan penerbangan, mengamankan akomodasi, dan mengelola studi penuh waktu saya — bukanlah hal yang mudah.
Kelas saya berlangsung dari Senin hingga Jumat — dimulai pada pukul 11.00 pada hari Senin dan berakhir pada pukul 12.15. pada hari Jumat. Setelah kelas selesai, saya menuju ke bandara, naik kereta bawah tanah atau kereta api. Waktu perjalanan sering kali juga berfungsi sebagai waktu belajar — baik dalam penerbangan atau menunggu di gerbang. Saya biasanya naik Uber atau antar-jemput ke hotel setelah mendarat.
Secara umum, total waktu perjalanan dari asrama saya ke hotel berkisar antara lima hingga delapan jam, door-to-door, tergantung pada bandara dan lokasi hotel. Namun, penundaan penerbangan, seperti yang menyebabkan saya tiba pada jam 1 pagi, dapat memperpanjang jangka waktu tersebut secara signifikan.
Untungnya, Ritz-Carlton memberikan kompensasi yang sangat kompetitif — terutama karena jam kerja yang dibutuhkan.
Setelah selesai pada hari Minggu, saya langsung menuju dari properti ke bandara untuk mengejar jam 9 malam. penerbangan, tiba di New York sekitar tengah malam. Saya kemudian naik kereta atau kereta bawah tanah kembali ke NYU, dan akhirnya kembali ke asrama saya antara jam 2 dan 3 pagi pada hari Senin.
Saya akui bahwa pencapaian prestasi khusus ini sebagian besar dimungkinkan oleh serangkaian keadaan yang unik. Pertama, tinggal di Kota New York menawarkan akses penerbangan yang hampir tak terbatas, memastikan fleksibilitas dalam waktu dan harga yang kompetitif. Saya memiliki lima bandara dalam jarak perjalanan kereta untuk dipilih.
Dalam hal akomodasi, menjadi karyawan Marriott telah memberi saya diskon yang signifikan di hotel-hotel Marriott, sehingga membuat saya tetap mendapat untung bahkan di tengah tingginya harga di musim dingin di Naples. Manfaat ini — dikombinasikan dengan manajer yang suportif dan sangat mengakomodasi jadwal saya — menawarkan tingkat fleksibilitas yang tidak mungkin tercapai dalam situasi lain apa pun.
Ditambah lagi, uang tentu saja menjadi masalah. Saya menggunakan hampir seluruh gaji saya untuk membiayai perjalanan ini. Secara keseluruhan, saya hanya menghabiskan kurang dari $10.000 untuk hotel, penerbangan, dan mobil. Itu berarti saya tidak akan punya banyak sisa uang ketika magang ini selesai.
Pengalaman transformatif dan pelajaran luar biasa yang saya pelajari di The Ritz-Carlton mempersiapkan saya untuk masa depan, menanamkan dalam diri saya nilai-nilai ketekunan, kemampuan beradaptasi, dan fokus mendalam pada kepuasan pelanggan.
Meskipun ada tantangan untuk melakukan perjalanan ribuan mil setiap bulannya, manfaatnya tidak dapat diukur. Ditambah lagi, koneksi yang saya jalin, baik di dalam perusahaan maupun di komunitas yang lebih luas – banyak di antaranya berasal dari latar belakang yang berbeda dengan saya – telah memperluas perspektif saya secara signifikan. Saya telah bertemu dengan lusinan orang menarik hanya dengan duduk di samping mereka dalam penerbangan.
Saya sering ditanya bagaimana saya mengatur peran saya di The Ritz-Carlton, tugas kuliah, dan berbagai proyek lainnya tanpa merasa kewalahan. Jawaban saya sederhana: Saya tidak melihat semua ini sebagai pekerjaan, tetapi sebagai upaya mengejar hasrat saya. Setiap tugas yang saya mulai didorong oleh minat dan ambisi yang tulus, menjadikan setiap hari sebagai peluang untuk penemuan, pembelajaran, dan pertumbuhan pribadi.
Sumber: businessinsider.com
Email: info@konsultanpendidikan.com